Opini: Kodrat Wanita dan Kesetaraan dalam Islam

SAUDAGAR.NEWS, Opini – Bagaimana persamaan perempuan dan laki-laki dalam Islam? Prinsip persamaan tersebut ada dalam ajaran Islam yakni dalam prinsip egalitarian. Apakah prinsip egalitarian itu? Prinsip egalitarian merupakan persamaan antar manusi, baik laki-laki dan perempuan serta antar bangsa, suku, dan keturunan adalah salah satu tema sentral sekaligus prinsip pokok ajaran agama Islam.

Hal tersebut diisyaratkan dalam ayat sebagai berikut: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S Al-Hujurat: 13)

Belakangan, terjadi banyak sekali fenomena mengatasnamakan emansipasi. Beberapa perempuan sekarang sangat gigih memperjuangkan hak-haknya, lebih lagi perkara hak keperempuanannya. Berwawasan luas tentang kehidupan, namun tidak untuk keluarga. Sistem Gila Kerja dan Gila Karir, mulai merambah pada sisi kehidupan perempuan kita.

Jasa penitipan anak sangat marak belakangan, juga jaga menjaga anak. Keluarga bukan lagi sebagai media pembelajaran awal bagi seoarang anak ataupun anggota lain, namun beralih fungsi sebagai status semata. Beberapa kasus bunuh diri seorang anak karena merasa kesepian pun belakangan marak terjadi.

Juga, banyak kaum suami yang kini tak lagi menjadikan rumah atau keluarga sebagai peristirahatan atau memaknai kata pulang. “Saya lebih suka makan di luar daripada di rumah, istri saya tidak bisa memasakkan dan terlalu sibuk akan pekerjaannya,” merupakan salah satu jeritan kaum suami yang tak lagi nyaman berada di rumah.

Akibatnya? Beragam. Kasus perceraian dan tingkat kriminalitas anak-anak korban broken home dalam 10 tahun terakhir. Makna perempuanku mulai sirna, berganti dengan nama dan deretan jabatan yang menterang. Tak hanya itu, kehidupan bebas dan perselingkuhan pun marak terjadi karena sudah tidak adanya batas antara laki-laki dan perempuan.

Beberapa fenomena juga terjadi pada perempuan muda kini. Perempuan-perempuan kita dengan gigihnya mengaplikasikan keilmuan yang ditekuninya hingga sistem Gila Kerja dan Gila Karir tercipta. Kemudian perempuan-perempuan ini tidak lagi menginginkan adanya suatu hubungan pernikahan dan memunculkan beberapa pemikiran-pemikiran naif seperti takut gagal menjalin hubungan, atau anti terhadap lawan jenis untuk menjalin hubungan namun sangat bebas batasnya dalam berteman.

Tak ada masalah mengenai pengaplikasian atau sistem Gila Kerja-nya. Namun, melupakan kewajiban-kewajibannya dalam kehidupan sehari-hari yang membuat kata emansipasi menjadi miris terdengar. Oleh karenanya, yuk perempuan-perempuan Indonesia membangun kembali opini yang telah dicetus oleh Kartini kita. Bahwa perempuan itu hebat dalam segala hal, keluarga dan pekerjaan. Bahwa perempuan itu rumah bagi keluarganya, bahwa perempuan itu tahu batas antara hak dan kewajibannya.

Islam memberi kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki. Dalam ajaran agama Islam, terbuka kesempatan selebar-lebarnya bagi perempuan untuk meniti karir sebagaimana laki-laki juga diberi kebebasan untuk mengembangkan diri. Perempuan juga diperbolehkan untuk bekerja, mengembangkan seluas-luasnya keahlian dan kemampuan yang dimiliki.

Yusuf Qardhawi menuliskan dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid II (1995) bahwa semua firman dan sabda Pembuat Syariat di dalamnya melibatkan perempuan, kecuali apabila ada dalil tertentu yang dikhususkan untuk laki-laki. Jika Allah Swt berfirman “wahai manusia” atau “wahai orang-orang yang beriman”, maka perempuan termasuk di dalamnya, tanpa diperselisihkan dengan laki-laki.

Prinsip keadilan juga sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Inilah kesetaraan gender dalam Islam, keadilan yang diberikan berupa kesetaraan dan kesederajatan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepada perempuan dan laki-laki, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.

Dalam buku Perempuan dan Hak-haknya Menurut Pandangan Islam (2009), Murtadha Muthahhari menyatakan bahwa tidak ada preferensi dan diskriminasi yang menguntungkan laki-laki dan merugikan perempuan dalam ajaran agama Islam. Islam menggariskan prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, tapi tidak persis sama atau identik. Kata “kesetaraan” atau equality telah memeroleh semacam kesucian, sebab kata “kesetaraan” ini telah mencakup pengertian keadilan dan tidak adanya diskriminasi.

Kadang-kadang, perempuan sangat perlu untuk meninggalkan rumah. Misalnya, perempuan yang tidak mempunyai keluarga yang bisa merawatnya, atau suami yang melindunginya jatuh sakit atau lemah. Jadi, ayat tersebut bukan berarti melarang perempuan untuk bekerja diluar rumah secara total. Sebab pada dasarnya, Islam tidak melarang perempuan bekerja dan berkarir.

Tapi, sejauh mana kebolehan perempuan tersebut untuk meninggalkan rumah?

Dalam hal ini, para ulama berpendapat bahwa perempuan boleh bekerja di luar rumah apabila ada kebutuhan atau hajat yang menghendakinya. Jadi tidak hanya dalam kondisi darurat saja, pendapat ini ditegaskan oleh al-Biqa`i. Hal ini selaras dengan sabda Nabi Muhammad Saw: “Allah Swt. mengizinkan kalian (perempuan) meninggalkan rumah untuk kebutuhan-kebutuhan kalian.” (H.R. Imam Bukhari)

Masalah selanjutnya adalah tempat perempuan bekerja. Kadang, perempuan mesti menempuh perjalanan jauh untuk bisa sampai ke tempat bekerja. Dalam hal ini, para ulama sepakat bahwa bagi perempuan baik yang sudah menikah atau belum menikah tidak bisa melakukan perjalanan kecuali ditemani oleh mahramnya. Atau kalau tidak, bisa dengan sejumlah perempuan yang dipandang tsiqah atau dapat dipercaya.

Sesungguhnya, Islam tidak mengenal diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Islam justru menempatkan perempuan sebagai mitra sejajar dengan kaum laki-laki. Jika ada perbedaan, maka itu adalah akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan untuk tugas masing-masing kelamin. Perbedaan yang ada tersebut tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain.

Husein Muhammad, seorang kiai feminis melihat bahwa kecenderungan manusia untuk melakukan aktivitas kerja ekonomis semakin menguat. Maka dari itu, tak ada salahnya apabila perempuan mesti melakukan kerja ganda yakni melakukan pekerjaan domestik di rumah dan berkarir atau bekerja di kantor.

Lebih jauh, dalam buku Fiqh Wanita: Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender (2001), Kiai Husein menekankan bahwa manusia dihimpit banyak persoalan yang sangat kompleks sebagai misal kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, rendahnya tingkat kesehatan, penindasan, dan perlakuan tidak adil oleh struktur sosial yang ada. Persoalan-persoalan tersebut butuh kerja keras yang profesional.

Tugas besar tersebut tentu tidak mungkin hanya bisa dikerjakan oleh kaum laki-laki. Maka dari itu, keterlibatan kaum perempuan untuk menyelesaikan segara persoalan yang telah disebutkan adalah keniscayaan. Bagi Kiai Husein, kerja keras secara profesional oleh kaum Muslimin dan Muslimat adalah tuntunan agama dan bernilai ibadah.

Tidak ada kodrat wanita dalam Islam. Yang ada hanyalah prinsip-prinsip kesetaraan yang bahkan sudah ada dalam Al-Qur’an di mana ajaran agama Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang sama dengan laki-laki di hadapan  Allah Swt. Satu-satunya hal yang membedakan derajat keduanya hanyalah tingkat ketakwaan selama hidup di dunia.

Penulis: Fatmawati
(Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIM Sinjai)

Tulisan tanggung jawab penuh penulis!